Kau, Aku, dan Macaroons

Buru-buru Ruth mengambil langkah ke kafetaria karena rasa lapar yang tak tertahankan dari perutnya menyeruak. Kelas baru saja bubar dan Ia ingin cepat-cepat melahap makanan di dalam kotak bekalnya. Kemudian Ia melihat Clarke, sedang duduk sendiri di meja paling ujung--"Clarke!" sapa Ruth dengan antusias. Ia pun menghampiri Clarke dengan segera.

"Hai Ruth!! Kau mau makan juga di sini?"
   "Well, as you see!" Ruth segera meletakkan kotak bekalnya di meja itu. Ia duduk berhadapan dengan Clarke yang tampak asyik menikmati strawberry parfait-nya. Ruth mulai menyendok bekal makanannya dengan semangat. "Clake, apa kabar? Bagaimana liburanmu?" ucapnya mengawali pembicaraan. Kini mulut Ruth penuh dengan chicken bruschetta buatannya.

"Beginilah Ruth, hahah--yah, mungkin pertanyaan itu yang seharusnya aku tanyakan padamu! Anyway...kau kelaparan?" Clarke memandangi Ruth dengan heran, bagaimana gadis itu memasukkan sesendok penuh makanan ke dalam mulutnya sampai-sampai pipinya menggembung seperti hamster.

   "Nggak begitu juga sih, ummm, hanya saja aku belum makan dari... tadi pagi." ujar Ruth, setengah berbisik. Bisikan Ruth diikuti tawa Clarke, memecah suasana kafetaria yang agak sepi itu. "Ssst, Clarke! Jangan keras-keras!" Ruth menempelkan telunjuknya  di bibir mungilnya itu. "Sejauh ini, aku masih bisa mengikuti kelas. Pertanda yang cukup baik sih buatku." sambung Ruth.

"Baguslah! Aku ikut senang mendengarnya. Bagaimana dengan liburanmu? Ayo ceritakan!" Strawberry parfait Clarke sudah habis, dan Ia siap mendengar Ruth bercerita. Mereka pun terlarut dalam pembicaraan yang sangat menyenangkan--sampai-sampai Ruth lupa dengan kejadian kemarin yang membuatnya gusar. Mungkin lebih bagus jika Ruth melupakannya sih.

"Ruth! Clarke!" Terdengar suara  memanggil dari luar kafetaria. Sesosok laki-laki bejalan menghampiri mereka berdua. Ruth dan Clarke antusias menyambutnya. "Haiiiiiiii Xander!!" timpal Ruth, antusias.
Alexander--biasa dipanggil Xander--dengan cepat mengambil posisi di sebelah Clarke.
"Hai Ruth, apa kabar? Kau sudah baikan?" Xander berkata sambil membetulkan letak kacamatanya.

   "Seperti inilah, Xand. Yang terpenting, aku bisa ada di antara kalian saat ini--hahah. Kau baru datang? Dari mana saja?" Tanya Ruth penasaran. Xand tertawa ringan.

"Nggak, aku hanya ikut menjadi medical volunteer untuk libur musim panas kemarin. Pesawatku baru saja mendarat dan aku buru-buru ke sini. Adakah yang sekelas denganku?"
"Aku. Tadi pagi hampir saja aku mati bosan karena mendengar racauan dosen yang nggak jelas." Sahut Clarke cepat.

"Ohya? Baguslah, kupikir akan ada materi di hari pertama ini. Hahah!" Xander tertawa ringan, menyikut lengan Clarke. Clarke menguap, "Xand, Ruth, sepertinya aku harus ke toilet untuk membasuh muka. Rasanya aku ngantuk sekali..."

"Oooke!" Ucap Ruth dan Xander, hampir bersamaan. Xander mulai menanyai Ruth tentang kesehatannya. Mereka berbicara banyak, diselingi tawa masing-masing. Ruth tetap melahap bruschetta-nya tapi tak sebanyak yang tadi. Sepertinya Ia membuat terlalu banyak bruschetta. Semuanya baik-baik saja--hingga--"Aaron! Damien!" dengan lantang Xander memotong percakapan dan memanggil seseorang di belakang Ruth. Ruth hampir tersedak--berusaha meraih botol minumnya--lalu minum dengan sedikit terburu-buru. Kepalanya seketika pening. Ia tak sanggup menoleh, dan hanya menunduk memandangi bruschetta yang tinggal seperempat.
Kedua sosok itu semakin mendekat. Dan benar, Ruth tahu persis apa yang akan dilakukan Aaron.

"Hai Xand! Apa kabar?" Aaron mengambil tempat, persis di sebelah Ruth. Oh Tuhan, batin Ruth. Damien mengambil tempat di samping Xander--menempati tempat Clarke yang tak kunjung kembali dari toilet. Ruth mual, bruschetta yang dilahapnya terasa naik ke kerongkongan. Mata burnt sienna yang ditatapnya kemarin cukup membuatnya tercekik. Segala pikiran negatif menyeruak di kepala Ruth. Dari seluruh tempat di dunia ini, kenapa dia harus ke sini? pikir Ruth, sambil mengaduk-aduk bruschetta-nya.

"Ruth, kau tidak apa-apa kan?" Tanya Damien, memecah keasyikan Aaron dan Xander. Bodoh Damien! Kenapa kau menanyaiku sih?!!
Sekarang semua perhatian tertuju pada Ruth. Ia mengkerut di kursinya. "A...Aku tak apa-apa. Hai Damien, Hai...Aaron. Apa kabar?" Tanya Ruth pelan, Ia takut benar-benar menyemburkan isi perutnya.

"Nggak banyak yang kulakukan saat liburan." Ucap Aaron, menjawab pertanyaan Ruth. Ruth merasa lemas dan tercekik. Aaron langsung menatapnya. Mata itu...
"Yah, sama, nggak jauh beda denganku." timpal Damien.

"Ooh.." gumam Ruth, tetap memandang bruschetta yang kini mulai berubah bagai bubur. Ruth bodoh, ayo tatap mereka! Perlahan, Ruth menatap Aaron, langsung ke matanya. Ruth mendengus pelan, mencari apakah benar Aaron berpikiran macam-macam tentangnya karena peristiwa tidak mengenakkan masa liburan itu. Aaron tersenyum pada Ruth, mengacak pikiran negatif Ruth. Kepalanya seakan membeku. Jadi, Aaron tak bepikiran apapun padaku? batin Ruth. Kini punggungnya serasa lebih rileks. Entah Ruth tak tahu mengapa kemarin Ia mendapat tatapan dingin dari Aaron.

Tiba-tiba Clarke datang, "Damien! Aaron!" sapa Clarke, sambil ber-highfive ke mereka berdua. Clarke melihat kearah kursinya, "Dam, tempatku...ugh."
"Ambil saja kursi lagi, Clarke." timpal Aaron. "Kau sih, kemana saja?" sambungnya.

"Well, perutku terasa tak enak." jawab Clarke. Sambil menenteng sebuah kursi, "Kau bisa geser sedikit?" ucap Clarke sambil menaruh kursi diantara Aaron dan Xander. Bagus sekali, Clarke. Bagus, batin Ruth. Kini Ruth dan Aaron berjarak tak sampai tigapuluh senti, dan itu membuat Ruth semakin gila. Baru saja Ia bisa rileks, kini syarafnya tegang lagi.

Tak butuh waktu lama--Damien, Xander, Clarke, dan Aaron sudah asyik membicarakan liburan mereka. Ruth tetap mengatur pikirannya, sambil menimpali percakapan sesekali. Ia ikut tertawa bersama mereka. Suasana mungkin sedikit mencair baginya.
"Hei kalian! Seru sekali!" seru sebuah suara dari belakang Ruth. Ruth menoleh, mendapati Derek--sedang membawa kantung berisi...entahlah--dan yang pasti Derek mendekat ke meja mereka. "Oh, Hai Ruth!" Sapanya, riang. "Ada yang mau macaroons?"
Sontak, keempat lelaki itu langsung heboh, berebut kantung yang dibawa Derek. Ruth hanya tertawa melihat tingkah mereka. Tiba-tiba Ia harus dibuat tercekat lagi.

"Ini Ruth." Aaron menyodorkan sebuah macaroon berwarna hijau ke Ruth. Warna kesukaan Ruth. Padahal Ruth tak memintanya. Untuk beberapa detik, Ruth menatap mata burnt sienna itu. Untuk beberapa detik, Ruth menyadari bahwa tak ada kecanggungan disana, semua baik-baik saja. "Ruth?"
"Ah, oh, iya." Ruth mengambil macaroon dari tangan Aaron, lantas memakannya.  

Mungkin, selama ini aku hanya berpikiran negatif, toh dia tak menyiratkan apapun padaku. Sangat memalukan sih apa yang sudah kulakukan--dan itu murni gara-gara Sam. Tapi, kupikir Aaron tak terlalu ambil pusing. Pikiran Ruth melayang-layang. Beban itu serasa diangkat dari pundaknya. Ia akhirnya benar-benar bisa menikmati percakapan dengan kelima lelaki ini. Terutama Aaron, mungkin memang Ia tak mengambil pusing pertanyaan-pertanyaan aneh Ruth saat liburan. Dan mungkin, tatapannya pada Ruth kemarin tak berarti apa-apa, mungkin Aaron hanya lelah.

Mungkin.

lacuptea

Comments