Autumn Tears

Sudah tampak kemerahan
Kupungut satu, perlahan membungkukkan badan. Yang merah, berjatuhan, seperti hatiku yang kini berjatuhan, berhamburan, berserakan di tanah. Apa lagi yang bisa kurasakan? Kubolak-balikkan daun kemerahan yang kupegang itu. Menatapnya, menghirupnya, lalu menyimpannya di saku mantelku ini. Aku berjalan lagi. Kugenggam daun maple itu erat di dalam saku. Kulihat ada sepasang burung hantu Blakiston sedang bertengger diantara dedaunan, membuatnya tersamarkan diantara merahnya maple. Membuat hatiku semakin sedih.

---

Juntaian tile putih bersih itu masih teringat jelas di ingatanku. Bibirmu yang merah merekah tersenyum. Mata hijaumu menembus dasar pikiranku, meremasnya kuat, menjadikanku hanya milikmu seorang. Saat janji itu kuucapkan, diiringi tatapan Chestnut--kucing peliharaanku--kita menikah. Tanpa seorangpun disana. Di ruang kecil itu. Ruang biru gelap yang kudekor dengan susunan lampu LED, warna-warni kesukaanmu. Air matamu berlinang, tapi aku yang mengusapnya untukmu, mungkin ini hal tergila yang pernah kita lakukan. We were born under the same stars, katamu. Tanpa orang tua, kita berjuang tetap hidup, kita berjuang dengan kekuatan kita sendiri--dan kekuatan Tuhan. Kita takkan lagi sendiri, tidak ada lagi you and me, tapi us. Takkan kubiarkan lagi tahun-tahun menyeramkan yang kita lalui dengan kesendirian, terlantar di panti asuhan, menangisi mengapa kita harus yatim piatu diumur yang semuda ini terus membayang. Takkan kubiarkan. 

Jari manismu kuraih, kukenakan cincin yang hanya terbuat dari kawat tembaga yang kupilin. Kau tersenyum bahagia. Tile murahan yang kubeli di pasar itu tampak mewah saat kaukenakan. Hatiku sangat senang sekaligus teramat sedih. Kau batuk-batuk. Kau usap dadamu sebentar, lalu tersenyum lagi. Seharusnya aku sudah menikahimu sejak dulu. Ruangan biru gelap ini membisu, menggaungkan batukmu. Sekali lagi aku menatapmu. Maafkan aku, di hari pernikahan kita bahkan aku tak bisa menciummu.  Nebulizer itu memerangkap bibir manismu. Aku tak mampu menggambarkan perasaanku saat ini. Aku ingin marah sekaligus menjerit kenapa hal seperti ini terjadi padamu. Aku marah. Aku marah. Dan kemudian aku menangis, sambil menggenggam tanganmu erat. Aku menangis seperti anak umur tujuh tahun yang kehilangan mainan kesayangannya. Kau menatapku, dan kau tersenyum. Tatapan matamu seolah mengatakan Jangan salahkan dirimu, aku bahagia sekarang. Ya, maafkan aku isteriku, I should make you happy.

---

Kurangkai lampu LED itu mengitari pepohonan. Mungkin kau akan suka. Sebentar lagi musim gugur akan tiba. Hari akan menggelap, malam semakin panjang. Lampu warna-warni itu akan menerangimu, menemani malam-malam dinginmu. Kupetik berapa tangkai Convallaria putih. Kuikat menggunakan pita kuning--warna kesukaanmu. Chastine Valeria, kemurnian dan kekuatan, itulah dirimu. Tidurlah dengan tenang, Sayangku.
 Kuletakkan ikatan bunga itu didepan nisan kayu putih bertuliskan namamu.
I'll always love you, my Chassie.


lacuptea

Comments

Post a Comment