Communi-care, the more we share the more we care

Kalo orang-orang nanya, kenapa sih aku bisa langgeng pacaran bertahun-tahun sampe uzur?
Jawabannya simpel, karena komunikasi yang baik, lancar, dan cukup.

Terus kenapa kok dua orang yang saling mencintai tiba-tiba hubungannya jadi rusak, suami-istri cerai, negara damai tiba-tiba perang, atau nonton bola tiba-tiba rusuh?
Jawabannya simpel juga, bisa jadi karena faktor komunikasi yang buruk, yang rusak, yang kurang, atau yang terprovokasi.

Jadi, apasih komunikasi itu?

Secara etimologis (ecieee), komunikasi itu asal katanya dari "communicare" (bahasa Latin) yang berarti "to share" 
Iya, share.
As simple as sharing feeling towards each other.
Berbagi apa yang kita rasakan kepada orang lain, perspektif kita, pemikiran kita. Menyampaikan, mengutarakan, bahasa mudahnya, "ngomong". Gitu.
Nah, challenge-nya di sini nih.
Ga semua orang itu seperasaan, seperspektif, sepemikiran sama kita. Manusia itu beda tubuh udah beda otak dan beda pula isi otaknya. Oleh karena itu, penting bagi kita buat bisa "berkomunikasi" dengan baik, karena ga semua orang itu bakat jadi dukun yang bisa baca pikiran kita.

Kenapa sih penting berkomunikasi dengan baik?
Soalnya kita makhluk sosial, semua aspek kehidupan kita pasti berhubungan dengan orang lain, kecuali kamu mau menjalani moksha dan hidup bertapa di bawah air terjun sampe akhir hayat.
Ga mungkin kan?

Terus, tiap manusia itu juga punya inner need yang harus dipenuhi. Misalnya hal sesederhana "makan" pun membutuhkan sokongan banyak orang. Nggak mungkin kan, makanan secara ajaib ada di depan kita. Kalaupun masak sendiri, sekarang kompornya dari mana? Minyaknya dari siapa? Gas LPG-nya dapet dari? Lauk yang dimasak asalnya dari?

Kompor, minyak, beli di supermarket, kasirnya manusia. Kalau lagi di kasir, suka ditanyain gini kan: "Mau sekalian pulsanya kakak? Mau disumbangin ga kak kembaliannya?". Nah repot kan kalo misalnya kita diem aja, dikira ngeiyain semua pertanyaannya dia terus yang ada kita ga jadi makan dan malah minum minyak goreng aja karena uangnya abis buat beli pulsa ama buat disumbangin (padahal diri sendiri masih anak kosan fakir hahahah).

Gas LPG beli di toko kelontong yang ada di pengkolan. Yang jualan juga ibu-ibu (yang juga manusia). Masa dateng-dateng ngasi uang, ambil LPG trus ngacir gitu aja tanpa ngomong apapun?
Yang namanya manusia spesies ibu-ibu itu gabakal deh melepaskan kita sebelum nanyain kabar ortu kita, kabar kakak, kabar tante, om, kakek, nenek, kucing, eh.
Beneran deh.
Nah kalo kitanya gabisa berkomunikasi dengan baik, bisa-bisa LPG tidak akan sampai dengan selamat ke kosan/kontrakan/rumah kita hahahahah, yang ada kita dicap sebagai tetangga judes yang gajelas maunya apa.

Lauknya--bisa dalam bentuk apa aja--belinya di pasar (yang murah aja lah ya). Atau kalo lagi awal bulan boleh lah beli di supermarket hahahah. Pedagangnya lagi-lagi manusia kan. Mau penjualnya langsung, atau kasir, kita pasti butuh berkomunikasi sama mereka. Misal lagi beli lauk di pasar nih trus si pedagang ngasi harga kemahalan, eeeh kitanya malah diem aja padahal ngerasa keberatan dan dalam hati sudah marah-marah. Tapi karena gabisa komunikasi dengan baik ke pedagangnya, jadi gagal deh dapet diskon. Akhirnya harus bayar mahal  dan uangnya ludes, padahal kalo ada kembalian mau beli yakult sebiji.

Jadi, kesimpulannya: komunikasi itu penting agar bisa hemat uang dan akrab sama ibu-ibu di pengkolan  kita bisa memenuhi kebutuhan diri kita lahir dan batin. Kita pengen ini, gasuka itu. Kita bisa bebas mengekspresikan diri, menyampaikan dan menerima perspektif yang berbeda. Karena dengan berkomunikasi, bisa menjadikan diri kita manusia seutuhnya. Akal kita jadi ga mubazir gitu udah diberi oleh Tuhan YME. Last but not least, komunikasi juga ngajarin kita buat bisa memahami dan peduli terhadap perasaan orang lain. The more we share, the more we care.
Sedap.
Salam,
Lacuptea
--nantikan post TKI the series ini selanjutnya!


Comments