I lost myself

Jadi, akhir-akhir ini entah mengapa rasanya aku kehilangan diriku sendiri. Aku jadi sulit mempercayai diriku sendiri, hingga rasanya sesak. Bahkan, aku pun merasa...apa yang kulakukan bukan seperti apa yang ingin kulakukan. Rasanya entah mengapa seperti itu.

Lalu, aku juga ingin berhenti. Aku ingin berhenti mengurusi orang lain, entah itu temanku atau keluargaku. Rasanya, sangat-sangat lelah. Aku tidak mau terjebak dalam lingkaran perasaan. Perasaan marah, jengkel, atau apapun itu, aku tak ingin merasakannya. Aku kehilangan diriku yang dulu. Kini ruang perasaanku terisi oleh hal-hal tidak penting yang tidak ingin kurasakan. Aku ingin teriak.

Entah sekarang siapa yang bisa kupercaya. Terlalu banyak sandiwara, atau bahkan justru aku sendiri yang terjebak dalam sandiwara ini? Aku nggak tahu siapa yang bisa kupercaya. Di mana diriku yang dulu? Entahlah. Rasanya kepalaku ingin meledak.

Kenapa manusia begini, kenapa manusia begitu? Aku terus bertanya-tanya. Semakin aku mengetahui lebih jauh, aku semakin kecewa. Seharusnya dari awal aku sudah tahu, apa sih yang bisa diharapkan dari manusia? Nggak ada. Aku tahu ini, aku tahu itu. Aku sendiri tidak ingin berputar-putar dalam pemikiranku sendiri, tapi rasanya--ugh, aku bahkan nggak tahu kapan aku bisa mengakhirinya.

Apa aku tutup saja semua media sosialku? Memulai hidup baru sebagai anak seni dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Apa begitu? Bagaimana aku harus bersikap? Mengapa aku nggak bisa mengabaikan perasaan yang menghimpit dada ini?

Rasanya kesal, sungguh. Aku yang kehilangan diriku, menyisakan mangkuk kosong besar di hati--yang kini perlahan disusupi oleh perasaan-perasaan jahat ini. Aku ingin menumpahkannya, mengosongkannya, mengisinya lagi dengan perasaan-perasaan baik. Kurasa aku sudah terlalu jahat. Mungkin sejahat-jahatnya sesuatu adalah pikiran manusia--karena di sana ia bisa bebas membunuh bahkan menguliti orang lain.

Bandung, 26 Mei 2016
Lacuptea

Comments