Hazel Eyes

Sudah cukup. Lebih dari cukup. Aku tak sanggup lagi meneruskannya. Aku akan berhenti disini, diantara gugurnya dedaunan trembesi. Kuremas dadaku kuat-kuat. Menahan segala perasaan yang ingin tumpah ini. Ya, aku bodoh. Bodoh. Mungkin lebih dari bodoh, aku tolol. Aku tolol karena membiarkan semua perasaan gila ini menyeruak keluar. Aku cuma berkhayal. Kugigit bibir bawahku sambil mengeluarkan MP3 player dari saku. Kukeraskan suaranya hingga batas maksimum, hingga aku tak mampu mendengar hati kecilku menangis dan menjerit. Maira, apa yang kau pikirkan...

Mungkin ini adalah titik dimana aku berada di ruang yang tersempit didunia. Kuhela napas panjang. Bayangannya pagi itu, terasa begitu jelas. Ia dengan cardigan cokelatnya, mata itu--mata hazel--dan rambut kemerahan ditimpa sinar matahari, begitu jelas di benakku. Aku yakin dia melihatku. Aku bisa merasakannya. Oh Tuhan, aku tersiksa. Aku hanya berpura-pura mengobrol dengan Nina, seolah-olah tak menyadari kehadirannya. Ya, aku munafik. Tenggorokanku serasa kering karena mati-matian kutahan agar tak menjeritkan namanya. Abimanya, aku...disini.
 
 Masih terasa jelas saat hujan turun bulan Juli itu. Memori-memori itu terlintas begitu saja tanpa permisi. Jariku bermain-main di keypad mengetik rangkaian kata untuk orang yang sama-sekali belum pernah kutemui. Aku merasa sangat dekat padanya, dan entah mengapa perasaan itu menyenangkan. Entah siapakah Abimanya ini. Yang aku tahu pasti, aku tertarik padanya. Air hujan yang membasahi tanah membawa aromanya hingga ke ke kamarku.  
     [Bi, aku suka hujan lhoo hehehe...]
[Wah kenapa?]
     [Aku suka baunya.]
[Ooooh. Kamu unik banget ya Mai :) ]

Abimanya, aku nggak pernah mengira akan menjabat tanganmu. Setelah sekian lama ini aku tak pernah berjumpa dengan wujud aslimu. Mata hazelmu menatapku lurus. Bulu romaku berdiri. Inikah kamu? Kamu jauh berbeda dari apa yang kubayangkan. Abimanya, kau membuatku resah.

Aku tak pernah berharap apapun lagi. Aku sama sekali tidak tahu diri. Mungkin aku juga tak bisa menyembunyikan perasaanku ini padamu. Perasaanku memancar. Perasaanku beresonansi. Entah, kau merasakannya juga atau tidak. Bagaimanapun juga, sekarang akan kuakhiri. Tak bisa aku terus menerus berharap.
Abimanya, selamat tinggal.
 
Maira.

Comments