kepada yang telah tinggal di masa lalu

Highschool memory is one of the memory that I want to erase and maybe good for me to start all over again. I feel so lost and disconnected all the time, even when I tried. Or maybe I just not tried hard enough. I don't know.

My friends are good persons, they really are. But I lost them at some point and I could never go back. Sometimes it hurts me whenever the memories (of my highschool life) popped out.

Disclaimer: cerita ini adalah memori sedih yang gak pernah kuceritakan sebelumnya. Untuk teman-teman SMA-ku yang membacanya, aku minta maaf jika tulisan ini sedikit menyinggung/membuat kalian merasa bersalah. Aku tahu kalian semua orang baik ♡ aku hanya bercerita apa yang aku lalui saat itu


Jadi...akan kumulai ceritanya...

Aku memulai masa SMA dengan keadaan baru bangkit dari depresi, dan mencoba hidup kembali memungut sisa-sisa hidupku yang saat itu berceceran (karena papaku meninggal beberapa bulan sebelum masuk SMA). Ditambah sahabat SMP-ku tiba-tiba pindah ke luar kota, padahal udah janji mau sama-sama masuk ke SMA yg sama. Saat itu, aku benar-benar merasa kosong dan hampa.

Dengan kondisi psikologis seperti itu aku masuk di kelas berisi sekumpulan orang asing dan hanya mengenal satu orang  laki-laki yang pernah sekelas denganku, sisanya, mereka sudah saling kenal (karena rata-rata pernah satu kelas saat SMP).

Hari itu hari pertama masuk sekolah, aku datang sedikit terlambat. Waktu itu aku sangat deg-degan, antara antusias dan takut. Antara senang diterima sekolah di situ dan sedih karena ditinggalkan begitu saja oleh sahabatku sendiri.

Aku masuk kelas, yang ternyata barisan depan sudah penuh oleh anak-anak yang sudah bercengkrama dengan serunya. Aku melihat baris kedua dari belakang masih kosong. Aku melihat anak perempuan berkacamata, duduk sendirian. Akupun langsung menghampirinya. Dia terlihat canggung dengan buku di tangannya. Aku bertanya apakah sebelahnya kosong dan dia mempersilahkanku untuk duduk.

Kami pun mengobrol dengan agak canggung, dia bilang dia minder karena tidak ada satupun anak SMPnya di kelas kami. Aku pun bilang ke dia kalau aku juga kurang lebih sama, aku anak kelas reguler di kumpulan anak RSBI di kelas itu, jadi sama saja, aku juga ga kenal mereka semua walaupun kami satu sekolah. Saat itu aku merasa aku memiliki teman, karena kami sama-sama sendiri dan belum dekat dengan yang lain. Ditambah, dia juga suka membaca buku (sama sepertiku).

Kami mengobrol agak banyak tentang hal-hal trivial. Aku senang akhirnya hari itu aku bisa lupa sebentar akan kehancuran dan kesedihanku, bahwa menjadi murid SMA tidak buruk juga. Dan di dalam hati aku sungguh sangat senang dan merasa hari pertama tidak buruk juga. Aku berpikir besok akan sama, aku duduk dengannya lagi dan kita akan menjadi deskmate (paling nggak begitu kan ya formatnya, duduk bareng dan mengakrabkan diri). Tapi ternyata aku salah. Keesokan harinya ia sudah duduk di barisan depan (di antara anak2 perempuan), dan aku ditinggal di belakang, sendirian.

Aku melihat dia tiba-tiba sudah akrab dengan yang lain. Jujur saja aku bingung melihat situasi itu, dan aku sedih. Seperti sedikit terkhianati (agak lebay sih ya, tapi begini yang kurasakan saat itu). Aku hanya mencoba berjalan ke tempat dudukku yang kemarin (karena bahkan dia tidak menotice kedatanganku), dan rupanya sudah ada seseorang yang tidur di sana, dengan papan dada berwarna hijau dan jepitan kertas-kertas HVS. Kertasnya penuh dengan gambaran-gambaran karakter. Wah gambarnya bagus, pikirku.

Jam masuk berbunyi, anak itu terbangun, membetulkan posisi kacamatanya yang miring. Dengan sedikit linglung dia mencoba menyapaku. Aku balik menyapa dan aku sadar kalau dia tidak asing (aku sempat beberapa kali satu ruangan tryout saat SMP, dia anak aksel saat itu dan aku anak kelas 9F (kelas terakhir), jadi biasanya kami bakal digabung). Kami berkenalan, dan aku bertanya kenapa dia pindah ke belakang? Karena tempat duduknya sudah ada yang menempati, jadi dia tidak dapat duduk dan duduk di sana (sebenarnya dia juga bodo amat mau duduk di mana saja).

Tapi saat itu, yang tidak kutahu, anak perempuan yang tidur itulah justru yang menjadi sahabatku hingga kini.

Setelah mengobrol, ternyata kami punya beberapa kesamaan, sama-sama suka menggambar, membaca dongeng/fairy tales, sama-sama gak ngerti koreaan (saat itu). Dia yang memperkenalkanku dengan anime dan aku senang-senang aja nontonnya (karena biasanya dikasi anime yang genre humor slice of life).

Jadi, walaupun hari itu aku sedih karena kehilangan seorang teman, rupanya aku mendapatkan seorang sahabat.

Tapi ternyata, hari itu cukup memberikan kesan yang menyedihkan hingga kini. Dan menjadi awal di mana kami merasa kami bukan bagian dari mereka. Kami seperti memiliki dunia sendiri dan terasing dari yang lain.

Kami kerap kali dapat celetukan
"aku ga nyambung deh ngobrol sama kalian"
"kalian ngomongin apa sih"
"zzz zzz, udah disconnected nih" sambil tangan diacungkan ke udara seperti antena yang mencari sinyal.

Awalnya kami membiarkan, karena kami juga nggak tertarik masuk ke pembahasan korea-koreaan (saat itu), dan pembahasan tentang kakak kelas yang ganteng/keren. Mungkin salahnya di situ, seharusnya aku (atau kami) berusaha lebih untuk menyukai atau membaur, tapi memang topik itu bukanlah hal yang menarik untuk kami (saat itu). Kami lebih sering membicarakan tentang disney atau anime, atau sekedar jokes absurd receh yang menurut kami lucu.

Tapi lama kelamaan makin menjauh. Dan sangat terasa tiap perayaan ultah. Dari semua anak perempuan, hanya kami yang ultahnya tidak diingat (hahah, sakit ya). Tidak ada yang bakal repot-repot beli kue ultah atau ngeprank kami (dengan jumlah anak perempuannya hanya sepertiga dari total anak di kelas). Padahal kami selalu berpartisipasi untuk yang lainnya. Jadilah kami merayakan ultah kami satu sama lain. Bukannya iri atau mengharapkan pamrih, tapi jujur saja, saat itu aku pribadi merasa tak kasat mata. Aku merasa transparan. Aku kasian juga dengan sahabatku yang diperlakukan sama denganku. Saat itu aku bingung bagaimana memberitahunya karena seolah sudah ada tembok tinggi yang terbentuk.

Mungkin sebagian dari hal itu ada salahku juga, tidak berusaha membaur, dan lebih sering menelannya begitu saja. Aku sering menangis saat pulang sekolah karena rasa yang toksik ini begitu kuat. Hingga aku berpikir ingin pindah sekolah saja mengikuti sahabat SMPku. Tapi aku sudah memiliki seseorang yang membuatku nyaman (sahabatku itu). Jadilah aku tetap bertahan di situ.
I'm glad I stayed.

Singkat cerita, masa-masa SMA, memori di dalamnya, bukanlah memori yang menakjubkan bagiku. Kadang aku merasa bersalah karena mungkin sudah bersikap jahat ke teman-temanku tanpa aku sadari. Saat itu aku sungguh sedih dan bingung dengan keadaan, dan malah memilih untuk berpacaran karena tidak tahu harus bagaimana lagi lari dari segala pikiran toksik dan kesedihan itu.

Mungkin bagi sahabatku, saat itu aku juga egois karena meninggalkan dia dan malah sibuk pacaran (hahah). Kumohon maafkan aku ya, aku terlalu childish saat itu. Kuakui aku melakukan langkah yang salah tanpa mempertimbangkan perasaanmu.

Sekarang sih aku sudah tidak terlalu mempermasalahkan semuanya. Toh aku tidak bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki hubungan pertemanan ini sebagaimana mestinya.

Tapi memang perasaan tidak bisa berbohong, kadang jika melihat mereka aku masih sedikit sedih dan berpikir kemungkinan-kemungkinan lain jika aku lebih berusaha. Bagaimana jika aku suka K-Pop sejak saat itu bukannya saat kuliah, bagaimana jika aku ikutan nimbrung obrolan mereka tentang kakak kelas, bagaimana jika, bagaimana jika, bagaimana...jika...
Apakah keadaan akan berubah?

Yah begitulah secuil memori dari masa SMA. Memori dinamika pertemanan yang tidak begitu menarik tapi seringkali mengganjal di hati. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya jika aku pernah secara sadar/tidak sadar menyakiti kalian. Aku tahu kalian orang baik dan mungkin masalahnya ada di aku yang tidak berkomunikasi dengan baik untuk menyampaikan harapanku saat itu sehingga semuanya terlanjur jauh dan berlarut-larut.

Semoga kalian bahagia mengejar apa yang kalian cita-citakan dan harapkan. Aku mendoakan yang terbaik untuk kalian, dan terima kasih sudah datang di acara pernikahanku (dan mendoakanku dengan tulus) ♡ love you guys :")

n.b: no hard feeling ya rek! Peace, hehe. Feel free hit me through DM/chat~

-lacuptea

Comments