la vie est pleine de petites tristesse

Pa, aku rasa aku mengacaukan semuanya. Aku benar-benar butuh bantuan. Aku sudah terlalu jauh dan bahkan bingung bagaimana cara yang tepat untuk kembali. Aku menghabiskan berjam-jam waktuku begitu saja, tanpa mengerjakan apapun ya berguna. Jarum jam rasanya tidak akan berhentiㅡkecuali jika aku mati. Apakah kalau aku mati, semua masalah akan selesai? Rasanya tidak.

Akhir-akhir ini pikiranku semakin seperti sampah. 
'Apakah sakit jika membenturkan kepala ke tembok?'
'Apakah sakit jika aku menggoreskan cutter ke tanganku?'
'Gimana sih rasanya melihat darah mengalir di tanganku?'
Aku benar-benar tertekan dan yang kulakukan hanyalah terus menjadi sampah.

Setiap pertanyaan sampah itu untungnya hingga saat ini masih bisa kujawab sendiri.
Sakit. Iya sakit."ㅡbegitu caraku meyakinkan diriku sendiri. Aku masih ingat betul pasca operasi usus buntu, rasanya sangat menyakitkan untuk bergerak, berbaring pun rasanya susah. Jadi, mungkin opsi self-harm sampah itu gaakan kulakukan karena aku gak mau sakitku bertambah. Sakit di dada dan otakku ini saja sudah cukup.

Kenapa?"
Begitu pertanyaan yang seringkali aku ajukan ke diriku sendiri. Sejujurnya aku sangat malu telah melakukan semua ini, bagaimana bisa aku sangat-sangat menyianyiakan semuanya. Entahlah aku juga tidak tau. Pa, apakah pernah kau berharap untuk hidup lagi?

Ya, ya. Mungkin aku memang gila?
Aku berusaha untuk menyimpan semuanya sendiri, berharap orang lain tidak akan mengetahuinya. Aku senang melihat orang lain bahagia karena akuㅡtapi aku sering lupa kalau aku juga butuh bahagia.

Apa sih bahagia itu?
Abstrak. Mungkin sesederhana aku bisa tertawa dengan orang yang menyukaiku? Atau, mendapatkan apa yang aku inginkan?

Aku heran dengan diriku sendiri. Hidupku nggak berkekuranganㅡbanyak orang lain nasibnya lebih buruk daripada akuㅡtapi mengapa aku begini?

Pernah suatu hari, aku benar-benar stuck dan rasanya ingin meledak. Aku menghubungi temanku yang seorang calon psikolog. Aku ingat betul dia bilang apa: "jangan sedih sendirian".
Tapi aku gak mau menyeret-nyeret orang lain masuk di kesedihanku karena mereka sendiri sudah punya kesedihan masing-masing.

Jika suatu hari seseorang bertemu aku dan aku tersenyum, aku hanya nggak ingin bikin semua orang khawatir kepadakuㅡkarena dikasihani itu nggak enak.

Pa, kalau aku mati, apakah ada yang akan kangen padaku? Aku nggak pengen diingat sebagai orang yang menyedihkan selama aku hidup. Tapi, aku sendiri hingga saat ini belum berani untuk melakukan apapun untuk pergi dari dunia iniㅡwalaupun sudah sering aku sedih sendirian dan berpikiran untuk begitu.

Apakah aku masih normal? Entahlah. Aku hanya nggak ingin menyakiti orang-orang terdekatku yang aku sayangi. Aku nggak ingin juga menambah beban hidup mereka. Mungkin jika aku mati, mama nggak perlu lagi pusing-pusing mikirin obatku gimana padahal aku sendiri ga musingin obatku karena sejujurnya aku sudah muak.
Atau malah mama bisa jadi sedih karena kalau aku mati berarti perjuangannya jadi sia-sia? Entahlah.

Kenapa juga aku masih sempat-sempatnya memikirkan dan menulis hal seperti ini padahal banyak hal lain yang lebih penting untuk kupikirkan?

Aku nggak tauㅡdan nggak mau tau.

Aku rasa aku lelah.

Pa, aku ingin tidur.

00.03
ㅡlacuptea.

Comments