dunia lain itu bernama fantasi

Kali ini aku pengen cerita, apa yang aku alamin kemarin... ya, tepatnya nggak kemarin juga sih, tapi hari Minggu, tanggal 29 Maret 2015.
Well, aneh kali ya kalau aku cerita sambil gaya formal, karena aku udah senyam-senyum sendiri aja kalo inget-inget.

Sebenernya....HAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHHA!!!
OKE DAN AKU SEKARANG LAGI NGETIK INI SAMBIL NGEDENGERIN LAGU UPTOWN FUNK WAHAHAHA!!! YATUHAN INI JAM BERAPAAA?!! 

Oke, maafkan kehebohanku.
Jadi tuh...aku...demmm, pengen ketawa mulu sih hahah. Aku ikut workshop menggambar portrait. That's it. Dan........itu yang ngadain workshop.......adalah artist idolaku yang tiap dia ngepost karyanya di Instagram aku mesti roll depan, sambil... teriak tanpa suara. Hem, kayanya aku harus kembali ke jalan yang benar, lupakan fangirling-an. Hahah. Aku bikin gaya narasi aja ya, biar enak dibacanya!

---

29th March, 2015
Sulanjana Rd. 36
Hidayat Gallery
Tamansari, Bandung City
08.57 a.m.

Aku mendongak, celingukan. Menatap sebuah bangunan dengan arsitektur lama, bertuliskan "GALERI HIDAYAT". Pintunya terlihat tertutup rapat. Dibalik baju merah jambu yang kukenakan, dadaku berdegup kencang. Semua baik-baik saja, semua oke. Kamu nggak beda kok dari peserta lain, jangan minder. Kutatap, kucari di mana aku bisa memasuki bangunan ini. Di mana sih pintunya? batinku, sedikit kesal. Kenapa masih sepi ya? Kenapa pintunya belum dibuka?

Dengan bodohnya aku tetap berjalan ke bangunan itu, menyusurinya hingga--bagian samping bangunan--sesaat nafasku tercekat. Mataku menangkap sosok itu. Dia, dengan jeans belel, sneakers, t-shirt hitam dan frame hitam membingkai matanya--sedang melambai padaku. 
"Sinii, sinii, iya bener disini. Peserta workshop kan?" katanya, sambil menyunggingkan senyum sumringah. Entah apa yang ada di benakku, yang pasti aku teriak dalam hati. DEMMMM ITU! ITU! ITU! ORANGNYAAA! AAAAAAAAAA! Yang pasti, mukanya sama seperti selfie-annya di Instagram. Jadi aku nggak mungkin salah mengenali orang. Kenapa orang se-sangar dia berkeliaran di luar dan gaada yang ngenotice  yah...OMG!!!

Seluruh pikiranku buyar seketika, bebarengan dengan keminderanku. Dengan canggung aku mengganggukkan kepalaku, kemudian berjalan pelan ke arahnya. Disampingnya, berdiri seorang laki-laki--nampak sebayanya--mengenakan tag "crew" bertali biru tua yang menggantung di lehernya. Sesaat, aku sempat bingung aku harus bersikap apa. 
"Peserta workshop bisa langsung ke atas, lewat belakang ini." Ucap mas-mas crew tadi. 
"Oh..Iya." Aku mengangguk pelan. 

Aku semakin mendekat dengannya, artist yang udah skala internasional. Ya Tuhan, aku harus gimana? Pura-pura nggak kenal dan langsung nyelonong ke atas, atau aku sapa? Tapi aku siapa, sok kenal banget... Tapi tadi dia senyum selebar itu masa' aku pura-pura nggak ngenali dia sih...itu lebih aneh. Antara bingung, kalut, aku semakin mendekat ke mereka...pada akhirnya, terbersit sesuatu, sepersekian detik, hingga aku ga sanggup mikir. Have courage and be kind. 
"Kak Dika ya?" Entah berasal dari otak belahan mana, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Dengan senyum yang ditahan mati-matian biar nggak keliatan lebay, akhirnya terucapkan sudah. Mau histeris.
"Iyaa, hehe--" 
Nggak cukup sampe situ, jantungku mau pensiun rasanya. Dia menyodorkan tangannya. Jadi, ini kenalan, kan?
"--Dika." Ia mengucap namanya, mantap, diiringi dengan senyum yang sangat bersahabat.
"Nama saya Latifa, Kak. Hehehe." Jantungku....my kokoro...nggreges.
"Yaudah, langsung ke atas aja ya, Fa!"
"Iya Kak, duluan ya, hehe."
"Sip deh, hehe."
Dengan senyum Ia menatapku, sedang aku berlalu, menaiki tangga yang dimaksud--menuju ke ruang workshop

Kurasakan lututku melemas tiba-tiba. Aku sempat linglung sejenak, hingga bingung saat ditanya nomer registrasi berapa, dan saat tandatangan daftar peserta tanganku sampai gemetaran. Rasanya, ini lucid dream yang paling lucid. Aku senyam-senyum aja sendiri, segera mengambil set goodie bag yang dibagikan oleh mbak-mbak crew. Ternyata ruangannya unik juga, persis kaya gudang sih, tapi lebih eksklusif. Aku melihat, masih banyak kursi yang masih belum terisi. Segera saja kupilih kursi terdepan, agar aku bisa leluasa mengikuti workshop tanpa terhalang kepala-kepala yang biasanya jauh lebih tinggi dariku.

Daan....

Dia pun masuk. Memulai pembicaraan konyol khasnya,

-to be continued-
udah ngantuk soalnya, haha

Comments