sepuluh menit

"Lalu...aku melihatnya keluar dari mobil ini, diiringi peluk cium dariku...

Kini hujan turun dengan derasnya. Masih kuingat penggalan-penggalan peristiwa tadi pagi. Dia, masih tampak kelelahan, turun dari mobil...menuju teminal keberangkatan domestik. Inginku menghentikannya. Tapi aku tak bisa. Aku tak kuasa. Inginku berteriak sekencang-kencangnya sampai seluruh bandara mendengarnya, "Jangan pergi!!". Lagi lagi aku tak bisa. Dengan segenap perasaan, aku hanya bisa tersenyum. Entah senyuman apa yang kuperlihatkan ini. Antara tangis dan sedih.


Mobil pun bergerak maju. Perlahan menjauhi terminal kedatangan. Kurasakan bulir-bulir airmata menyapu pipiku, memburamkan siluet punggungnya yang makin lama menghilang diantara kerumunan.
Mengapa kau harus berjuang sampai seperti ini untuk kami?
Mengapa semua orang tega melakukan itu padamu?
Mengapa dunia membiarkanmu berjuang sendirian?
Mengapa Tuhan membuatmu menanggung semua beban ini?
Mengapa Aku tak dapat menggantikanmu saja?
Mengapa...?
Pertanyaan-pertanyaan itu bergulir di fikiranku... sampa air mata tak terasa sudah membasahi bajuku.

Maafkan aku...
Maafkan anakmu ini, Ma...
Aku berjanji, suatu saat aku akan membahagiakanmu...memuliakanmu...dan kau tak perlu lagi bersusah payah menanggung beban ini sendirian,
Aku berjanji.

---



Kulihat sekali lagi mobil sudah menjauhi bandara. Aku merasa sedih, lantaran Mama berangkat ke Sulawesi pagi buta ini. Bukan karena apa, tapi baru saja aku bertemu mama 10 menit, kemudian beliau berangkat lagi. Sedih sekali rasanya, mengingat Ibu teman-temanku yang senantiasa disamping mereka, berada di sekitar mereka. Ya benar, aku envy. Aku jealous dengan mereka. 

Kemarin Mama baru pulang saat aku sudah terlelap. Dan tadi pagi aku terbangun saat Mama sudah bersiap pergi. Aku belum sempat mengatakan apapun saat Mama bergegas ke mobil, dan aku memaksa ikut mengantarkannya ke bandara.

5 menit kami bercengkrama di mobil selama perjalanan di jalan tol. Mama bercerita tentang pengalamannya di Jakarta kemarin. Aku hanya menganggukkan kepala, sesekali menimpali ucapannya. Ini adalah satu-satunya waktu untuk berbincang dengan Mama, dan...SHIT. Kenapa cepat sekali sampai di bandara?! Neon box kuning bertuliskan "Terminal Keberangkatan Domestik" sudah menyapa kami, seakan ingin merenggut Mama dari sisiku. Ya Tuhan, kadang aku bersyukur rumahku dekat bandara...tapi seakan aku ingin waktu itu lebih lama lagi. Baru sepuluh menit! Ya, sepuluh menit aku bertatap muka dengannya. 

---

Pada akhirnya aku harus merelakan Mama pergi.
Begitulah hidup. Kadang nggak sesuai ekspektasi kita, dan semua pasti ada hikmahnya.



Lacuptea

Comments