cerita tentang hujan.

tik tik tik..
tik tik tik...
tik tik tik tik....


          Dari tadi gadis itu masih terpaku, sendirian di bangku taman yang sama. Ia meremas dadanya kuat-kuat, setelah penolakan tragis yang ia terima dari lelaki itu. Tubuhnya mulai bergetar. Aku ingin memeluknya. Sungguh. Namun aku masih terpaku ditempatku. Aku hanya bisa diam, setelah mengetahui segala apa yang telah diperjuangkan untuknya--untuk lelaki sialan itu. Sesak menguar dihatiku. Ingin kubunuh lelaki itu. Sangat ingin.
        ---
beberapa bulan yang lalu...

           Hari ini aku melihatnya lagi, lebih tepatnya aku selalu melihatnya. Gadis berambut sebahu itu, sangat cantik menawan. Aku terpesona padanya. Dia selalu lewat jalan itu pada waktu pagi untuk pergi ke sekolah, dan pulangnya akan mampir ke taman seperti biasa dimana aku bisa mengamatinya lebih leluasa. Kalian pasti menyebutku stalker, atau penguntit, itu terserah kalian. Tapi aku tak bisa tak melihatnya. Sedetikpun.
       ---
           Suatu hari aku melihatnya mengenakan baju yang indah sekali. Rok bahan tutu berwarna peach dengan atasan puff berwarna maroon. Tuhan, aku hampir mati melihatnya. Sesak napas. Dan dia tidak pergi ke sekolah, melainkan menuju ke taman itu. Apa hari ini libur? Benakku bertanya tanya. Dibawanya sebuah buku, entah apa namun sangat tebal sekali. Belum sempat kulihat sampulnya, ia sudah membukanya, membaca satu persatu halaman dengan seksama. Dia cantik sekali, dia seperti bidadari, dia... pantas mendampingiku disini.
             Kuperhatikan rambutnya dikala ia menunduk. Hitam pekat. Ingin sekali kubelai. Sangat ingin. Aku sudah lama memperhatikannya, tapi aku tak bisa mendekatinya. Mustahil. Aku bahkan tak memiliki daya untuk itu.
       ---
           Aku ikut senang hari ini. Lain daripada hari sebelumnya, bulan-bulan sebelumnya. Ia merona! Wajahnya gembira! Aku ikut tersenyum. Ia kini sedang duduk di rumput diatas taman. Disenandungkannya sebuah lagu. Kupasang telingaku rapat. Itu...lagu cinta. Lagu bersyair tentang cinta. Gadisku sedang jatuh cinta! Badanku menegang. Aku mungkin sangat cemburu atau wajahku sangat menyeramkan. Tapi terbesit di benakku, asalkan ia jatuh cinta dengan orang yang mencintainya, aku bisa tenang. Ya, asal dia bahagia. Aku melirik sekeliling, dunia ini cukup adil. Aku cukup hanya mencintainya dari jauh saja.
      ---
             Hari-hari kemudian, ia tampak lebih semangat ke sekolah. Wajahnya berseri-seri. Dan ia mulai bersenandung, serta sering menghabiskan waktu menulis buku harian dipinggir danau di taman itu. Aku penasaran siapa yang ia sukai. Aku memang selalu melihatnya, tapi ada kalanya penglihatanku terbatas oleh dinding-dinding sekolah. Jadi, kemungkinan besar ia adalah teman sekelasnya, atau seniornya.
              Sepulang sekolah, ia tidak kunjung lewat juga. Padahal sudah jamnya. Kutunggu dengan sabar. Akhirnya ia muncul. Ia bergegas menuju lapangan. Pasti, aku berani menjamin, salah satu lelaki diantara kumpulan orang yang bermain futsal itulah orang yang ia sukai. Tidak pernah ia berlari-lari hanya untuk melihat pertandingan remeh macam ini. Aku pernah melihat yang lebih spektakuler, seperti MU atau Barca yang sedang bertanding. Namun kini aku tidak minat ke luar negeri lagi, karena sepenuhnya gadis ini telah menyita perhatianku. Tak ingin kulewati masa-masa ini dengan cepat. Aku ingin...semuanya melambat. Menikmati setiap kontur wajahnya yang cantik. Wajah yang dari dulu ingin kubelai.
                  Sudah 2 jam ia duduk disana, dibalik pagar kawat pemisah bangku penonton dengan lapangan. Banyak anak yang sudah pulang. Aku masih setia juga menunggu gadisku. Tinggal 3 orang disana, masih asyik mengobrol. Dan sepertinya tak ada yang sadar kehadiran gadisku. Namun ekspresi gadisku yang biasanya minim, sekarang sumringah. Aku sangat senang, begitu juga masih setengah mati penasaran. 3 lelaki itu yang satu gendut dan pendek, yang satu tinggi dan putih, dan yang satu biasa-biasa, memakai kacamata. Kupikir, orang terakhirlah yang ia sukai. Mungkin, karena sama-sama kutu buku? Mungkin.
       ---
               Hari ini angin kencang sekali, aku minggir karena tidak mau terbawa olehnya. Sudah berbulan bulan sejak ia mulai menyukainya, yang ternyata pria tinggi dan putih itu. Ingin aku mengatakan kepadanya bahwa ia lebih pantas dengan pria berkacamata itu--karena sering kudapati ia memerhatikan gadisku. Aku tapi tak berhak, dan tak bisa. Dan suatu hari yang mengharukan, dimana gadisku rela menunggu berjam-jam didepan rumah lelaki itu, hanya untuk memberinya kado ulangtahun--yang pada akhirnya ia tinggalkan didepan rumah saat lelaki itu keluar. Ia bersembunyi dibalik pohon untuk melihat apa kado itu sampai di tangan orang yang dituju. Sama sepertiku, yang beberapa bulan ini menjadi pengecut, hanya melihatnya dan tak berani mengungkapkan. Lagi-lagi, aku tak bisa.
        --- 
                 Hari ini Minggu. Setelah membuntutinya bersepeda, ia berhenti di danau biasanya. Wajahnya memerah. Ia menunduk, dan tersenyum. Kemudian dengan satu tarikan napas, ia menengadahkan kepalanya,  "TUHAAAN! TERIMAKASIIIIH!! KAK REI NERIMA AJAKANKU NONTOON!!! AAAAA AKU JADI GILAAA!!!"
                Sepertinya itu pertanda baik. Ya, mungkin.
     ---
             Akhir-akhir ini gadisku tak kelihatan. Sudah kubuntuti, tapi entah mengapa cepat sekali menghilang. Ia sudah jarang ke taman, dan kutebak, hubungannya dengan lelaki tampan bernama Rei itu berhasil. Aku senang sekaligus sesak. Aku sedih, ingin menangis tapi aku tak bisa, mataku serasa kering. Aku tenggelam dalam lamunan, dan tiba-tiba gadis itu melesat, menyergap perhatianku. Kenapa ia buru-buru? Aku mulai mengikutinya lagi. 
           Ia berhenti didepan taman bermain yang terkenal di kota ini. Baru kusadari, bajunya cantik sekali, cocok sekali dengan wajahnya yang menawan. Atasan blazer biru muda, dengan bawahan rok A-line hitam pekat selutut. Pas sekali dengan bando biru muda dan sepatu balerina hitamnya. Manis. Siapa yang ia tunggu-tunggu? Apakah Rei? Beberapa detik lalu terbesit penyesalan aku telah mengikutinya. Seperti orang bodoh buang-buang waktu. Namun aku tak mau meninggalkannya sendirian. Ia tersenyum sambil terengah engah. Senantiasa menatap jam tangan mungil biru muda miliknya.                  
           Sudah 2 jam semenjak ia datang dan berdiri disana. Tatapan matanya yang semula cerah, menjadi kosong dan muram. Ia mencoba memaksakan senyum. Aku penasaran, namun aku tetap setia menunggunya.  Aku yakin 100 persen, ia menunggu Rei. Aku langsung pergi, tentu saja mencari Rei. Kuhampiri rumahnya, yang waktu itu dihampiri gadisku. Motornya tidak ada. Dia tidak dirumah. Aku langsung menuju ke sekolah. Dia juga tidak ada. Sial, kemana lelaki itu?! Aku susuri tempat favoritnya--yang tentu saja aku tahu tempat-tempat itu dari gadisku. Ia menjadi pemuja rahasia sepertiku. 
            Sudah dua jam aku menyusuri setiap lokasi, ia nggak ada dimanapun. Sebal dan marah. Aku kembali ke lokasi dimana gadisku menunggu. Kupikir dia akan menyerah dan pulang. Nyatanya tidak. Aku shock. Dia masih disana, dan ia masih berdiri. Laki-laki itu gila! Kalau aku bisa, aku pasti sudah membawanya pergi. Namun aku tak berhak, aku tak kuasa. Kuasaku hanyalah sebatas memujanya, dari jauh.
           ---
          Dan semua terjadi dengan cepat.
          "Hai Prim!" Lelaki itu tiba-tiba muncul. Dengan seorang gadis menguntit langkahnya. Napasku tercekat. jangan bilang kalau...
             "Hai, aku Sisca, pacarnya Reinhart. Kamu sahabatnya dia kan? Seneng banget akhirnya aku ketemu kamu. Re sering cerita tentang kamu!"
            Tubuhku menegang. Dugaanku benar. Gadisku hanya mematung. Menatap lurus. Ia pasti sangat terhantam. Berbulan-bulan, tepatnya sudah 18 bulan ia menyukai Rei. 18 bulan itulah ia membuang waktunya untuk Rei. Dan... inilah balasan Rei...membalas cintanya dengan mengenalkan pacarnya ke orang yang sangat sangat menyukainya. Sial, aku ingin menangis. Lagi-lagi aku nggak bisa. Lelaki brengsek itu tiba-tiba menarik tangan gadisku dan membawanya menjauh dari Sisca.
           "Prim, kupikir...kamu yang harusnya tau pertama. Maaf belum pernah cerita, Sisca ini jadian sama aku semenjak...yaa, ulang tahunku itu.  Aku sangat senang, siapa sih yang nggak senang kalau dikado jersey ori LA Lakers? Mahal banget kan...! Maka dari itu aku cari tau. Dan ternyata yang ngasih itu Sisca. Sok misterius..nggak dikasi nama segala! Ternyata aku nggak bertepuk sebelah tangan! Seneng banget aku! Aku masih nggak terlalu deket soalnya aku masih belum percaya aja jadian sama Sisca. Kupikir, hari ini bakal keren banget kalau kita jalan bertiga, pacarku...dan sahabatku! Bisa dekat dan kenalan. Makasih ya kamu selama ini udah mau temenan sama ku, sahabatku terbaik dan--"
                Gadisku nampak terperanjat. Ia shock, begitupula aku.
                "--Kak...jaket itu..."
                "Hm?"
               "Ah tidak apa-apa. Selamat ya Kak... harusnya, kak Rei...Ah sudahlah. Lupakan. Aku mau pulang ya, aku...ada tugas, belum ngerjain. Ini tiket buat kak Rei sama kak Sisca." ucapnya sambil menyodorkan 2 tiket masuk yang pasti, untuknya dan Rei bodoh itu.
             "Oh iya! Aku minta maaf soalnya telat, habis tadi nunggu Sisca nyalon dulu. Tapi...kamu pasti nggak nunggu lama kan?"
           "....nggak kok Kak. Semoga kak Rei bahagia..." ujar gadisku. Ia berlalu dengan cepat, menunduk. poninya menutupi wajahnya. Tidak bisa dipungkiri, ia pasti ingin menangis. Setelah melalui belokan, ia berlari sekuat tenaga, menutup wajahnya dengan satu tangan, dan mengumpat untuk dirinya sendiri.
       ---
           Dari tadi gadis itu masih terpaku, sendirian di bangku taman yang sama. Ia meremas dadanya kuat-kuat, setelah penolakan tragis yang ia terima dari lelaki itu. Tubuhnya mulai bergetar. Aku ingin memeluknya. Sungguh. Namun aku masih terpaku ditempatku. Aku hanya bisa diam, setelah mengetahui segala apa yang telah diperjuangkan untuknya--untuk lelaki sialan itu. Sesak menguar dihatiku. Ingin kubunuh lelaki itu. Sangat ingin.
             Kenapa ia sangat naif?! Lelaki itu bodoh! umpatku.
       Pelan, ia berbisik, "Hujan...turunlah...kumohon...temani aku menangis. Aku nggak ingin menangis sendirian. Aku....merasa sangat naif...aku..."
           Mungkin inilah saatnya, saatku muncul untuk menemani kesedihannya, dan tentu saja membelai wajahnya. Aku rela mati untuknya. Dan aku akan menyingkirkan apapun yang membuatnya bersedih, meskipun itu artinya aku harus mati.
      ---
   tik tik tik..
tik tik tik...
tik tik tik tik....

       Rasa sakit luar biasa menjalar di seluruh tubuhku.

tik tik tik..
tik tik tik...
tik tik tik tik....tik tik tik...tik tik tik...tik tik tik...

    Kulihat gadisku tersenyum, menunduk. Kemudian ia menengadahkan kepala, "TERIMA KASIH HUJAN! TERIMA KA...hhhhh..."
        "...terima kasih menemaniku menangis.."
                 Aku akhirnya berhasil menyentuh wajahnya, kulitnya sangat lembut. Seperti dugaanku. Perlahan kususuri wajahnya. Hujan semakin lebat. Kesakitanku terbayar, aku membahagiakannya, walaupun pada akhirnya aku harus tiada. 
     ---
           Satu jam kemudian. Aku sudah lega. Perasaanku terbayar. Aku hanya berdoa, semoga ia tidak demam. Walaupun aku tak kan pernah bisa memilikinya namun aku bahagia. Karena akulah awan yang salah jatuh cinta kepada seorang anak manusia.

tak kan pernah bisa menyatu, kapanpun.



Waru, 9 Desember 2012
Original by me,
Lacuptea

Comments

Post a Comment